Senin, 07 Februari 2022

Don't Trust Anyone

Don't Trust Anyone - Istilah seperti itu seringkali aku dengar di film-film aksi, terutama ketika aktor sedang menjalankan misi rahasia yang berbahaya. Menurutku kalimat tersebut terdengar keren sekali, seolah-olah siapapun orangnya, tak peduli ia adalah teman dekat, pasangan, atau bahkan keluarga sendiri, jangan mudah dipercayai karena kita tak pernah tahu salah satu orang-orang tersebut yang akan menggagalkan misinya.

Di usia yang hampir menginjak quarter life crisis gini ciaeelah lebay aokwoakw, kalimat yang sebelumnya hanya sebatas terdengar keren, semakin hari semakin relatable. Yang dulunya berprinsip semakin banyak teman semakin keren, menjadikan seluruh teman-teman tersebut menjadi orang yang kupercayai agar dapat menjaga status kekerenan tersebut. Namun seiring berjalannya waktu, nilai kepercayaan kepada orang lain semakin memudar. Entah disebabkan karena pengkhianatan yang telah mereka lakukan, atau sekedar mereka tak mampu memenuhi standar ekspetasiku terhadap orang lain karena mereka aku percayai akan melakukan apa-apa saja yang aku harapkan. Hingga pada keadaan terburuknya, aku semakin kehilangan percayaan terhadap orang lain, bahkan orang-orang terdekatku sekalipun. Even worse, aku bahkan tak percaya terhadap diriku sendiri untuk menjadi manusia yang selayaknya! Mengapa bisa demikian? Ada apa gerangan?

People photo created by rawpixel.com - www.freepik.com

Why You Should Not Trust Anyone

Ketika awal-awal masuk kuliah, aku semakin mengenal orang-orang yang menurutku ilmu agamanya yang mantap, dan kuat pula akidahnya. Sampai-sampai, tak jarang aku berkecimpung ke dalam circle mereka, sehingga membuat aku tertarik untuk lebih memantapkan ilmu-ilmu agama, yang salah satunya mengikuti akun/page yang berbau Islami. Aku ingat betul ketika membaca sebuah tulisan mengenai harapan, kita semata-mata harus menaruh harapan kepada Allah subhanahu wa ta'ala. Allah akan cemburu kepada kita ketika kita menaruh harapan selain kepada-Nya. Oleh sebab itu, disaat secercah harapan kita letakkan selain kepada Tuhan Pencipta Alam, maka kekecewaanlah yang akan menghampiri kita.

Pada awalnya, respon yang kuberikan sekedar "Oh ada benarnya juga ya." Pura-pura memahami, padahal kenyataannya hanya masuk kuping kanan keluar kuping kiri. Sadar tak sadar masih saja berharap kepada manusia. Berbuat baik kepada seseorang berharap mereka akan berbuat baik juga kepada kita. Membantu teman kuliah disaat kesulitan memahami materi berharap mereka juga akan membantu kita disaat sulit. Mendengarkan seabrek celotehan mereka berharap mereka pun akan menjadi pendengar yang baik. Kenyataannya? Tak ada satupun dari mereka yang memenuhi harapan yang telah aku tabur. Apa yang didapat? Kekecewaan! Siapa yang layak disalahkan? Apakah mereka semua jahat? Atau dasar akunya saja yang salah pilih circle pertemanan?

Kata orang memiliki sahabat menjadikan kita manusia paling bahagia di dunia. Tapi nyatanya tak ada satu sahabat pun yang bisa memenuhi ekspetasi yang telah diharapkan. Janji sahabat satu dan selamanya, malah jadinya satu lulus kuliah duluan, satu kerja duluan, satu maju duluan. Yang lambat? Tinggal!

Kata orang punya pacar bikin kita manusia yang paling gembira di dunia. Kenyataanya? Enam kali pacaran, enam kali dikecewain. Janji "AkU sayanG kAmu. Aku cUma mAu HIduP daN SEMaTi sAma kaMu, awEt HINggA Tua jAdi KakeK nenEK." Aslinya hanyalah sebuah eek banteng yang bau, alias bull sh*t. Seribu satu alasan untuk memutuskan hubungan. Ada yang kandas karena sekedar permasalahan sepele, ada yang bosan berkedok hijrah, ada yang walk out lebih memilih seseorang yang lain alias SELINGKUH, dan berbagai macam alasan bau yang lainnya. Syukurlah Islam mengharamkan pacaran. It's wasting time and energy!

Kata orang punya banyak teman membuat kita termasuk orang-orang yang mujur. Namun tak jarang kemujuran tersebut berbalik menjadi kesialan. Teman menjadi musuh. Kawan menjadi lawan. Sahabat tak lagi menjadi pembela kita, malah berbalik menjadi pengkhianat biadab yang paling terdepan dalam memusuhi kita. Tak jarang pundak ini dicabik-cabik dari belakang, oleh seseorang yang mengaku teman, padahal kenyataannya ia sekedar musang jelek berbulu domba.

Mereka jadikan kita sebagai tempat mencurahkan hati mereka. Kita simak kata per kata curhatan yang mereka ucapkan, sembari menguras energi kita buat menjadi obat penenang bagi mereka. Disaat kondisinya berbalik, kemanakah mereka? Seolah-olah mereka menutup rapat-rapat kuping mereka, menganggap ungkapan hati kita hanyalah omong kosong yang tak perlu didengarkan. Belumlah aku mengucapkan huruf "A" kau lebih dahulu mengadu nasib.

"Lu masih mending, lah gua ...."

".... eh malah dia yang cerita"


Kalau kata lagu Maroon 5 yang berjudul Maps, kurang lebih liriknya berbunyi begini, 

I was there for you

In your darkest times

I was there for you

In your darkest nights

But I wonder where were you?

When I was at my worst

Down on my knees

And you said you had my back

Only Trust This One...

Kok manusia jahat banget? Ya, begitulah kehidupan yang sebenarnya. Seperti kata pepatah dari Patrick Star, Si Bintang Laut sahabatnya Spongebob, "Hidup memang tidak adil, jadi biasakan dirimu." It's kinda out of context hihi.... tapi masihlah sedikit relatable. Tapi intinya...... ya begitulah :p

Kalau sudah kecewa, lantas siapa yang mesti disalahkan? Orang-orang yang telah mengecewakanmu-kah? Tentu jawabannya ada di diri kita masing-masing. Ya, tak usah repot-repot menyalahkan orang lain, salahkan dirimu itu sendiri!

Di paragraf sebelumnya telah aku singgung dikit terkait menaruh harapan hanya kepada Allah subhanahu wa ta'ala. Lantas jawaban dari kekecewaan-kekecewaan yang dirasakan tersebut ada di bagian tersebut. Ya, berharap kepada yang salah yang menjadi sumber kekecewaan yang kita rasakan, seolah-olah di kacamata kita, semua manusia itu pada jahat-jahat. Apa hubungan pengharapan dengan kekecewaan?

Disaat kita berharap orang-orang akan membalas budi atas kebaikan kita, secara tidak sadar kita telah menaruh harapan selain kepada Allah subhanahu wa ta'ala. Ingat kataku sebelumnya, bahwa Allah akan cemburu kepada kita karena kita telah menaruh harapan selain kepada-Nya. Begitu pula segala macam akar permulaan kekecewaan yang kita rasakan. Kita menaruh harapan bahwa mereka akan berbuat balik apa yang telah kita lakukan, kita berharap mereka juga akan mendengarkan kita bercerita, kita berharap mereka akan loyal sebagai sahabat yang terbaik, dan harapan-harapan lainnya yang digantungkan kepada manusia.

Tamparan keras berupa kekecewaan yang Allah berikan kepada kita disaat harapan-harapan tersebut tak bergantung kepada-Nya. Selain mengajarkan kita tentang kekecewaan, Allah mau melihat hamba-Nya kembali ke jalan-Nya yang benar senantiasa menaruh harapan kepada Allah subhanahu wa ta'ala.

Don't Trust Anyone, but

Boleh saja kita berbuat baik kepada orang lain. Boleh saja kita menjadi pendengar terbaik ketika sahabat kita sedang berkeluh-kesah kepada kita. Namun, jadikan perbuatan baik kita tersebut hanya untuk mengharapkan keberkahan dari Allah subhanahu wa ta'ala, bukan karena berharap timbal balik dari orang-orang tersebut. Ubah niat kita, ubah mindset kita, ubah pola pikir kita agar segala perbuatan baik yang kita lakukan bukan semata-mata hanya untuk berharap pengakuan dari manusia, melainkan mengharap ridho dari Allah subhanahu wa ta'ala.

Kalau sudah begini, apakah istilah "don't trust anyone" masih aku pegang teguh? Jawabannya tentu iya! Bahkan aku ingin mengajak pembaca sekalian untuk berprinsip don't trust anyone juga. Don't Trust Anyone bukan berarti kita serta-merta tidak mempercayai orang lain sehingga menjadikan kita manusia yang anti-sosial, melainkan sekedar mengubah mindset kita untuk mempercayai segala proses dan hasil kepada Allah. Boleh jadi salah seorang sahabat kita menjanjikan suatu hal kepada kita, namun kita tetap percaya bahwa Allah akan memenuhi janji tersebut melalui perantara seorang sahabat tersebut.

Disaat kita sedang down, percayalah ada Allah yang selalu di sisi kita. Jangan terlalu berharap dengan manusia yang bakal menjadi penenang buat kita. Boleh jadi ada keluarga ataupun kerabat yang menjadi support buat kita, tapi percayalah itu semata-mata datangnya dari Allah yang melalui perantara dari mereka. Or, if there's no one to cheers you up, sampaikan seluruh keluh kesahmu kepada Allah, Insya Allah bakal ada cara tersendiri yang datangnya dari Allah buat menyenangkan hatimu itu.

Tak usah repot-repot cerita sana-sini dengan orang lain, atau menceritakan tentang dirimu kepada orang lain. Tak usah mengharap pengakuan dari orang lain. Ingat pepatah Ali bin Abi Thalib berikut yang menurutku sangat bagus sekali,

"Tidak perlu menjelaskan tentang dirimu kepada siapa pun, karena yang menyukaimu tidak butuh itu. Dan yang membencimu tidak akan percaya itu." - Ali Bin Abi Thalib

Makna pepatah tersebut memang luas. Namun jika kita hubungkan dengan keinginan meluapkan perasaan hati kita kepada orang lain, cukuplah cerita seperlunya saja. Tak perlu kita membeberkan segala hal tentang diri kita, cukup dijadikan privasi saja. Orang yang menyukaimu tidak butuh itu, yang membencimu tak percaya itu, more like everybody doesn't care about you!

3 comments

  1. Masyaallah. emang udah paling bener, kalo mau trust yaa cukup ke Allah sih. kalopun ke sahabat boleh juga tapi ada batasannya. gaboleh bablas banget. karena apapun yang kita harapkan pada manusia pasti berujung kecewa sih (at least gak sesuai ekspektasi gitu) yaa kadang kita pengennya orang bisa memperlakukan kita kayak kita memperlakukan orang tapi yaudahlah yaa haha

    BalasHapus
ads
avatar
Admin THE-Mangcoy Online
Welcome to THE-Mangcoy theme