Minggu, 18 Oktober 2020

Review Acer Aspire One ZG5: Netbook Lawas Nan Imut dari Acer

Review Acer Aspire One ZGS - Berbicara tentang tahun 2009, apa saja yang anda ingat dari tahun tersebut? Akan ada berbagai macam variasi jawaban, tergantung dengan bagaimana kehidupan pribadi masing-masing pada waktu itu. Mungkin ada yang menjawab pengalaman pertama kali memiliki seorang kekasih, atau ada yang bakal bilang seorang bocah bernama Justin Bieber sedang naik daun berkat bantuan platform YouTube, dan boleh jadi ada yang bilang memiliki ponsel BlackBerry akan meningkatkan tingkat kegantengan hingga 99%. Namun menurutku, tahun 2009 silam adalah tahun dimana kebangkitan laptop kecil nan portabel yang bernama netbook, sesuai dengan tema pembahasan pada kesempatan kali ini.

Jika kita menilik laptop-laptop lawas, pasti identik dengan ukuran yang besar, berat, dan berbody tebal. Karena alasan itulah para produsen laptop mencoba inovasi baru, yang bernama netbook itu, dengan menciptakan perangkat komputer yang kecil, ringan, dan mudah dibawa kemana-mana, namun masih menyajikan pengalaman berkomputer komplit serta sistem operasi Windows. Dengan adanya portabilitas seperti ini, diharapkan bisa memberikan kemudahan kepada orang-orang yang hobi traveling dan menjalani gaya hidup nomaden. Jika kita membuat perbandingan dengan keadaan kemajuan teknologi zaman sekarang, keperluan-keperluan komputasi tersebut sebenarnya sudah cukup digantikan oleh smartphone. Tapi ingatlah, di zaman bingen, smartphone belum menjadi pilihan utama, terutama bagi kalangan menengah-kebawah, belum lagi kemampuan hardware ponsel pintar pada saat itu dapat dikatakan "terbatas".

Tapi bagaimana nasib netbook-netbook lawas itu di tahun 2020? Pada kali ini aku akan mencoba mengulas netbook kuno tersebut, bagaimana experience-nya apabila dipakai untuk keperluan komputasi sehari-hari, dan bahkan does it still worth to buy? Nah, netbook yang akan ulas kali ini adalah sebuah netbook dari brand Acer yang cukup laris pada masanya, dengan seri lengkap Acer Aspire One ZG5. Bagaimana penampakannya? Cekidot!

Review Acer Aspire One ZG55, alias netbook lawas dari Acer yang cukup laris pada masanya. (Abaikan garis yang terdapat di layar.)

Yang paling mencolok dari laptop ini adalah dimensi ukurannya yang sangat kecil. Ditambah aksen pink yang membaluti body laptop, menambah kesan keimut-imutan dari laptop tersebut. Entah apakah akunya yang norak, atau ngga pernah mengang laptop yang mungil, tapi dari pengalamanku pribadi, inilah laptop terkecil yang pernah aku pakai. Pada gambar berikut aku membandingkan ukuran laptop ini dengan sebuah smartphone modern.

Sefruit Perbandingan Netbook Acer vs Smartphone Modern 6.5 inci


First Impression

Pertama kali memegangnya, aku sendiri merasa bahwa laptop ini memang dirancang khusus agar sangat mudah untuk dibawa kemana-mana. Aku genggam laptop ini cukup dengan satu kanan, tanpa rasa khawatir "ini laptop nanti jatuh ngga ya?", belum lagi ditambah dengan bobot laptop yang cukup ringan. Ya walaupun ngga seringan laptop-laptop kecil yang lebih baru, tapi masih batas torelable-lah. Pas aku buka laptopnya, wow! Ini barang mainan anak-anak apa bukan ya wkwk. Kecil banget bro! Kalau di posisi mati, dilihat-lihat ini barang kayak mainan laptop-laptopan yang sering dijual oleh mamang-mamang penjual mainan yang sering nongkrong di belakang SD aku dulu. Tetapi ketika kunyalakan, yak tampil progress booting Windows-nya, yang kemudian secara perlahan menampilkan tampilan desktop Windows 7.

Dari segi build quality, menurutku lumayan bagus-lah. Plastik yang menutupi seluruh laptop (red: casing) ini nampaknya cukup tebal, alias tidak terlalu tipis, sehingga membuat body laptop yang tak mudah pecah apabila terbentur dengan objek lain. Overall, walaupun ukuran laptop yang mini, Acer berhasil mendesain laptop kecil ini jauh dari kata ringkih.

Walaupun berukuran kecil, jumlah port yang disediakan layaknya seperti notebook biasa

Untuk pilihan port, menurutku lumayan memadai, walaupun absennya port HDMI. Port yang tersedia ialah 3 buah port USB 2.0, VGA, Ethernet, SD Card Reader, dan MMC + SD Card Combo Reader. Aku sendiri bingung mengapa Acer sangat berbaik hati dengan menyediakan dua slot card reader? Padahal secara fungsi sama saja, bukan? Tapi entahlah, mungkin para pembaca yang budiman ada yang lebih tau mengenai hal tersebut.

Layar 9 inci super mungil ini memberikan kesan bezel menjadi tebal

Bagian layar laptopnya ini bisa dibuka hingga sudut ±140°, ingat ya 140 saja, bukan 180°. Maksudku jangan maksa untuk mendatarkan layar dengan keyboard. Alih-alih ingin buat tugas, malah engsel laptop jadi patah wkwk. Balik lagi ke review. Ketika membuka bagian layarnya, langsung disuguhkan dengan layar LCD yang memiliki panjang diagonal 9 inci saja. Kalau dibandingkan dengan ukuran laptopnya sendiri, yang mana yang memiliki panjang diagonal 11 inci, kecilnya ukuran layar ini membuat ukuran bezel menjadi tebal. Such a waste of space, I think.

Masih berlanjut di bagian layar, untuk layarnya sendiri berteknologi TN display biasa, dengan resolusi 1024x600 saja. Resolusi seperti itu menurutku cukup untuk penggunaan era tahun 2009 (dulu PC bututku cuma pakai monitor tabung dengan resolusi 1024x768 saja, dan nyaman-nyaman saja), tapi untuk penggunaan era sekarang? Rasanya kurang leluasa.

Ukuran keyboard yang diperkecil mengurangi kenyamanan ketika mengetik, terutama bagi yang memiliki ukuran tangan yang besar

Beralih ke perangkat input, yaitu bagian papan ketiknya. Mengingat dimensi laptop yang mini, ukuran keyboard pun juga mengikuti dimensi laptop ini sendiri. Menurutku, jarak antar tombol karakter sangat berdempetan, belum lagi ukuran tiap tuts juga lebih kecil daripada keyboard pada umumnya. Sehingga, aku merasa feeling ngetik-ngetik dengan laptop ini kurang memuaskan, terasa tangan ini kurang lega ketika jari sedang berpindah kesana kemari memencet tombol karakter yang diinginkan. Ditambah ukuran palm rest juga yang kecil. Mungkin bagi anak-anak, atau seseorang dengan tangan yang mungil tidak merasa kesulitan saat mengetik. Namun bagi yang punya tangan gede, it's a nightmare

Walaupun touchpad yang berukuran mini, untuk urusan pindah-pindah kursor masih nyaman dipakai. Yang menjadi keunikan disini ialah posisi tombol klik yang terletak di sebelah kiri dan kanan touchpad

Untuk bagian penggerak kursornya, alias touchpad, juga mengikuti ukuran laptopnya, alias berukuran kecil juga. Despite how small the touchpad is, gerak-gerak kursor dengan touchpad kecil ini aku ngga merasa kesulitan. Papan touchpad yang halus, serta gerak kursor yang presisi, seakan-akan mininya ukuran touchpad tersebut tidak menjadi sebuah masalah. Yang menjadi permasalahan, menurutku adalah posisi tombol fisik klik yang berada di sebelah kanan dan kiri touchpad. Buat yang terbiasa menggunakban laptop "normal", posisi tombol fisik ini adalah sebuah posisi yang aneh, dan mungkin bagi yang belum terbiasa bakal memencet-mencet touchpad bagian bawahnya saat mau men-klik.

Performance

Sebelum menggali lebih dalam mengenai kemampuan laptop ini, mari perhatikan spesifikasi laptop yang aku review ini.

  • CPU: Intel Atom N270 1.6 Ghz
  • RAM: 1GB DDR2 Single Channel
  • VGA: Mobile Intel 945 Chipset Family
  • HDD: 160GB Western Digital 5400 RPM

Sudah terbayang gimana kekuatan komputasi laptop ini? Yak benar sekali saudara-saudara, bahwasanya laptop ini adalah sebuah laptop kentang. Intel Atom N270 ini sejatinya sebuah processor yang hanya memiliki satu inti, alias single core, dengan hyperthreading untuk sedikit membantu multitasking. Sejak awal Intel Atom dirilis, prosesor tersebut sudah dikenal sebagai prosesor yang hemat daya dan underpowered. Bayangkan, sebelas tahun yang lalu saja prosesor ini sudah disebut sebagai prosesor kentang, apalagi sekarang? Kentang basi kah?

RAM bawakan dari pabrik hanya sebesar 1 GB. Menurut sumber terpercaya, konfigurasi RAM-nya ialah 512MB tersolder di motherboard, dan 512MB nya lagi ada di slot SODIMM, dan juga bisa diganti dengan DDR2 SODIMM 1 GB, sehingga RAM total maksimal menjadi 1.5GB. Intinya? Ukuran RAM yang hanya 1 GB ini menurutku sudah sangat tidak layak untuk keperluan komputasi di tahun 2020. Mengapa? Karena kecilnya memori ini benar-benar membatasi ruang gerak multitasking. Buka Google Chrome satu tab saja, sistem langsung ngos-ngosan kehabisan memori.

Dalam ulasan ini nampaknya aku tidak perlu melampirkan hasil benchmark. Cukup penggunaan daily usage sudah menjadi indikator benchmark bagi laptop ini. 

Daily Usage

Menurutku, jika laptop ini dipakai untuk pekerjaan offline, seperti mengetik di Microsoft Word, memindahkan foto dari kartu memori, atau sekedar presentasi PowerPoint ringan nan minim animasi rasanya sudah lebih dari cukup. Untuk pekerjaan online? Hmm saran aku silahkan persiapkan hati anda untuk bersabar, dan redamlah seluruh rasa emosi anda. Browsing internet? MasyaAllah, lelet minta ampun wkwk. Berterima kasihlah kepada prosesor Intel Atom yang membuat anda harus menunggu sekitar 15 detik sebelum anda melihat website yang anda tuju. Cek Task Manager, CPU Usage sering mentok di 100%.

Browsing website-website biasa saja anda diharuskan menunggu prosesor untuk loading, lantas bagaimana YouTube? Lebih lemot lagi! Setelah menunggu sekian lama, video akhirnya bisa terputar. Jangan harap mau lancar menonton video HD, apalagi yang 60fps. Anda diharuskan untuk menikmati video YouTube beresolusi 240p saja agar penayangan video berjalan dengan lancar. By the way, ponsel pintar modern mampu memutar video YouTube yang Full HD, bahkan tipe yang flagship pun mampu hingga resolusi 4K. Hmm benar-benar ironi.

Seperti yang aku sebutkan sebelumnya, resolusi layar yang disediakan berukuran hanya 1024x600 saja. Karena kecilnya jumlah piksel dari layarnya ini, banyak halaman web yang tidak didesain untuk resolusi kecil seperti ini. Sehingga memaksa user untuk sering melakukan scroll atas-bawah, maupun kiri-kanan.Tapi untungnya tampilan Windows 7 seperti tidak terasa sumpek, karena mungkin ya OS tersebut masih didesain untuk resolusi-resolusi kecil yang cukup populer pada masanya.

Setelah aku "mencoba" memakai laptop ini untuk beberapa waktu, prosesor yang bekerja keras ini akan menghasilkan panas yang cukup membuat body plastiknya itu terasa hangat. Mengingat prosesor yang digunakan ini termasuk generasi lawas, dengan litografi 45nm, yang mana untuk urusan efisiensi daya dan panas yang dihasilkan tidak sebaik prosesor-prosesor yang lebih modern. Nah, karena prosesor yang menjadi panas ini membuat kipas pendingin sering bekerja. What's the big deal? Ingat kataku tadi, this tiny processor always do a hard work, menghasilkan panas, kemudian ya membuat si kipas itu harus terus berputar, walaupun dari segi tampilan kita sedang tidak melakukan apa-apa. Apa dampaknya? Kipas tersebut menghasilkan noise yang cukup mengganggu menurutku. Ya walaupun ngga berisik-berisik banget, tapi untuk yang mengidam-idamkan sebuah ruangan yang suci nan tenang, menurutku kalian bakal terganggu.

Setelah penggunaan selama 3 jam, aku sudah tidak tahan menggunakan laptop ini. Untuk apa menghabiskan waktu hanya untuk menunggu laptop yang loading tak berkesudahan. Hardware yang underpowered, serta ketersediaan memori yang terbatas, benar-benar membatasi ruang gerak untuk berkomputasi ria. Niatnya mau menulis tulisan ini dengan laptop ini, namun apalah daya, aku tak tahan atas keleletannya. Aku seperti kehabisan kesabaran hanya untuk melihat kursor yang mutar-mutar dan animasi loading. So, I write this post using my friend's Lenovo Thinkpad X230 (Review pada postingan selanjutnya).

Kesimpulan

Perkembangan dunia komputer, terutama di bidang prosesor, 10 tahun belakangan ini tidak ada peningkatan performa yang cukup signifikan. Sehingga jangan heran jika kita masih menemui komputer desktop/laptop yang berumur tua masih kuat dan layak dipakai. Namun hal tersebut menjadi pengecualian untuk laptop Acer Aspire One ini. Laptop yang memang dicap underpowered sejak awal dirilisnya ini tidak berujung manis menurutku. I can safely say that this thing is completely obsolete

Di marketplace lokal sendiri banyak orang-orang yang menjual laptop ini, atau laptop yang setara dengan harga yang cukup murah, di bawah 1 jutaan, tergantung kondisi. Yang menjadi pertanyaan, is it worth it? Jawabannya balik lagi sesuai kebutuhan. Jika Anda sedang hunting laptop bekas tapi dengan dana yang sangat terbatas, dan penggunaan Anda sekedar menulis sebuah naskah, membuat presentasi powerpoint sederhana, atau pekerjaan lainnya yang tidak membutuhkan koneksi internet menurutku boleh-boleh saja. Pertimbangkan juga untuk meng-upgrade RAM agar sedikit membantu Anda dalam bermulti-tasking. Selebihnya? Jika Anda memiliki banyak waktu ekstra, dan memiliki kesabaran yang super, ya silahkan saja mau nyobain sensasi memakai laptop kentang busuk. Menurut hematku, kalau memang mau hunting laptop bekas dengan keterbatasan dana, mending tambahkan sedikit data sekian ratus ribu untuk mendapatkan laptop berprosesor Core 2 Duo P/T series. Selain prosesor yang 5 kali lebih kencang daripada Intel Atom, upgradibility-nya juga biasanya jauh lebih baik (dua slot SODIMM, dukungan OS 64 bit).

Hardware yang underpowered menyebabkan performa laptop sangat lelet, dan tidak layak pakai untuk keperluan sehari-hari

Terus untuk yang sudah memiliki laptop ini, mungkin sudah punya sejak dari baru beli? Sebaiknya silahkan gunakan laptop/PC lain untuk keperluan multitasking sehari-hari yang lebih layak dan lebih powerful. Ya balik lagi ke statement-ku sebelumnya sih, jadikan sebagai perangkat untuk anda yang hobi traveling, juga hobi menulis (walaupun ukuran keyboard yang kecil), atau yang lebih baik, install sistem operasi Linux yang ringan namun tetap modern dan berikan kepada anak-anak untuk mereka belajar dan mengenalkan tentang teknologi komputer.

1 comments:

  1. Bagiku gak masalah setelah hd diganti dgn ssd πŸ‘πŸΌπŸ‘πŸΌπŸ‘πŸΌπŸ‘πŸΌπŸ‘πŸΌ

    BalasHapus
ads
avatar
Admin THE-Mangcoy Online
Welcome to THE-Mangcoy theme